Monday, January 14, 2013

ROMAN PICISAN cewek

Cerita Sedih – Adikku Paling Tersayang
Aku dilahirkan di sebuah dusun di pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri uang dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.
Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, aku tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”
Aku membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, aku diterima untuk masuk ke sebuah universitas provinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik… hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, aku tidak mau melanjutkan sekolah lagi, aku telah cukup membaca banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kamu mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika ayah mesti mengemis di jalanan, ayah akan lakukan itu supaya tetap bisa menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!”
Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan akan mengirimimu uang.”
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, teman sekamarku masuk dan berkata, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”
“Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?” Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu aku adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Aku melihat semua gadis kota memakainya. Jadi aku pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”
Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika aku bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Aku akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, aku menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar — ia baru saja jadi direktur, dan aku hampir tidak berpendidikan. Jika aku menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mataku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku.
Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Bagus bukan ceritanya,  kasih sayang seorang adik yang sangat di puji. Bila kita sebagai kakak harus mengerti dan bisa membantu adik kita. Cerita diatas sebagai gambaran kasih sayang yang tulus adik kepada kakaknya. Apalagi kakaknya seorang wanita jangan malah di musuhi. Cerita Sedih

http://kopihijau.info/cerita-sedih/

Wednesday, January 2, 2013

 "SUWAR-SUWIR" SI DODOL TAPE DARI JEMBER
oleh:   pada: 24 Oct 2012
Tags: Kategori: Jelajah Gizi
 

Saya perkenalkan sebuah kota tempat saya tinggal yaitu kota Jember. Sebuah kota yang terletak diwilayah Jawa Timur. Kota Jember ini selain memiliki pantai papuma dan watu ulo dengan keindahan alamnya, juga memiliki makanan khas yang sudah ada sejak jaman dahulu yaitu dodol tape atau sering disebut suwar-suwir.
            Suwar-suwir adalah makanan yang dibuat dengan menggunakan bahan dasar tape. Jember memang bukan kota penghasil tape. Tape diproduksi dari kota tetangga yaitu Bondowoso. Produksi tape yang melimpah memberikan inisiatif bagi masyarakat Jember untuk berinovasi membuat makanan dari hasil olahan tape. Suwar-suwir konon sudah ada sejak jaman Belanda. Pada jaman dahulu suwar-suwar dibuat dari campuran buah sirsak. Makanan ini sangat digemari oleh orang Belanda yang tinggal di Jember. Buah sirsak dicampur dengan ketela pohon hingga membentuk adonan. Setelah adonan mengeras akan tampak tekstur dari buah sirsak sehingga cara memakannya harus disuwir-suwir atau dilepas satu persatu. Oleh karena itulah makanan ini disebut sebagai suwar-suwir. Seiring dengan perkembangan jaman suwar-suwir mengalami modifikasi mulai dari tekstur hingga aroma rasa.
            Saat ini suwar-suwir tak hanya menyajikan rasa sirsak selain itu juga ada rasa coklat, strawbery, kacang, susu dan berbagai macam rasa lainnya. Teksturnya lebih padat, hal inilah yang membedakan dodol tape dengan dodol lainnya. Berbentuk balok dengan warna-warni yang menarik. Pertama kali digigit rasakan sensasi rasanya yang legit, asam dan manis dilidah. Meskipun suwar-suwir berasal dari campuran tape, tetapi aroma tapenya tidak begitu terasa.
            Bahan-bahan untuk membuat suwar-suwir ini terdiri dari tepung, tape, gula pasir serta santan kental. Tape dibuang seratnya kemudian dicampur dengan tepung ketan. Didihkan santan dan gula kumudian masukkan adonan tape, aduk hingga mengental. Angkat dan dinginkan. Setelah dingin kemudian dipotong-potong membentuk balok dan siap disajikan. Agar lebih menarik suwar-suwir dapat ditambahkan dengan aneka warna makanan.
            Suwar-suwir tergolong kedalam makanan cemilan. Meskipun begitu, suwar-suwir ini juga memiliki kandungan gizi yang baik. Kandungan gizi yang terdapat pada suwar-suwir berupa energi 348,75 kkal, protein 3,25 g, lemak 8,4 g, karbohidrat 65,8 g, serat 0,1 g, kolesterol 0 mg dan natrium 0,1 mg. Kandungan gizi ini diperoleh dari 50 g tape singkong, 25 g gula pasir, 25g santan dan 25 g tepung. Berdasarkan kandungan gizi tersebut suwar-suwir tidak mengandung kolesterol sehingga dapat dikonsumsi oleh siapa saja.
            Bahan utama suwar-suwir adalah tape singkong dimana 100 g tape singkong mengandung 173 kkal energi, 0,5 g protein, 0,1 g lemak, dan 42,5 g karbohidrat. Selain itu tape juga mengandung calsium, fosfor, besi, dan vitamin B1. Tape berasal dari hasil fermentasi dari singkong atau ketela pohon. Menurut Soetanto, 2001 singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat penting setelah beras yang mengandung 34,7% karbohidrat. Karbohidrat dalam tubuh berfungsi salah satunya sebagai sumber energi dalam tubuh.
Sumber foto :
http://marimakansingkong.files.wordpress.com
Sumber sejarah :
http://www.wisatamelayu.com
http://nutrisiuntukbangsa.org/suwar-suwir-si-dodol-tape-dari-jember/

PREX OBLOW and ME tes 800g Dinamit TATP di sebuah tempat di sumberjambe - jember utara dan hasilnya lumayan bagus dengan kepulan asap tebal.

tidak untuk dicoba atau ditiru ,tanpa panduan orang berpengalaman 

Ngetes HaPe




Berikut ini sedikit tips untuk mengetahui dinegara mana sebuah HP dibuat serta kualitasnya (hanya hp GSM bukan CDMA) :
Langkah pertama : ketik *#06#
Setelah kamu mengetikan code tersebut maka akan muncul 15 angka no seri. contoh: 434566106789435.

Jika angka no tujuh dan delapan adalah angka 02 atau 20 itu berarti hp tersebut dibuat di Asia dengan kualitas yang jelek.

Jika angka no tujuh dan delapan adalah angka 08 atau 80 itu berart hp tersebut dibuat Jerman dengan kualitas lumayan.

Jika angka no tujuh dan delapan adalah angka 01 atau 10 itu berarti hp tersebut dibuat di Finlandia dengan kualitas bagus.

Jika angka no tujuh dan delapan adalah angka 00 itu berarti hp tersebut dibuat di Perancis dengan kualitas paling baik.

Dan apabila nggak ada dari salah satu diatas, berarti hp anda bodong alias gak jelas.

Demikian sedikit tips, semoga bisa membantu agar tidak tertipu.
http://dir.groups.yahoo.com/group/antropui2003funkynasik/message/504